Organisasi merupakan wadah di mana banyak orang
berkumpul dan saling berinteraksi. Organisasi juga terbentuk karena adanya
kesamaan misi dan visi yang ingin dicapai. Dari sini setiap individu atau unsur
yang terdapat di dalam organisasi tersebut secara langsung maupun tidak
langsung harus memegang teguh apa yang menjadi pedoman dan prinsip di dalam
organisasi tersebut. Sehingga untuk mencapai visi dan menjalankan misi yang
digariskan dapat berjalan dengan baik.
Seiring berjalannya waktu, di dalam organisasi
kerap terjadi konflik. Baik konflik internal maupun konflik eksternal antar
organisasi. Konflik yang terjadi karena permasalahan yang sangat remeh temeh.
Namun justru dengan hal yang remeh temeh itulah sebuah organisasi dapat
bertahan lama atau tidak. Mekanisme ataupun manajemen konflik yang diambil pun
sangat menentukan posisi organisasi sebagai lembaga yang menjadi payungnya.
Kebijakan-kebijakan dan metode komunikasi yang diambil sangat mempengaruhi
keberlangsungan sebuah organisasi dalam mempertahankan anggota dan segenap
komponen di dalamnya.
Konflik dalam organisasi sering dilihat sebagai
sesuatu yang negatif, termasuk oleh pemimpin organisasi. Karenanya, penanganan
yang dilakukanpun cenderung diarahkan kepada peredaman konflik. Dalam realita,
konflik merupakan sesuatu yang sulit dihindarkan karena berkaitan erat proses
interaksi manusia. Karenanya, yang dibutuhkan bukan meredam konflik, tapi
bagaimana menanganinya sehingga bisa membawa dampak konstruktif bagi
organisasi.
PENGERTIAN KONFLIK
Para pakar ilmu perilaku organisasi, memang
banyak yang memberikan definisi tentang konflik. Robbins, salah seorang dari
mereka merumuskan Konflik sebagai : “sebuah proses dimana sebuah upaya sengaja
dilakukan oleh seseorang untuk menghalangi usaha yang dilakukan oleh orang lain
dalam berbagai bentuk hambatan (blocking) yang menjadikan orang lain tersebut
merasa frustasi dalam usahanya mancapai tujuan yang diinginkan atau merealisasi
minatnya”. Dengan demikian yang dimaksud dengan Konflik adalah proses pertikaian
yang terjadi sedangkan peristiwa yang berupa gejolak dan sejenisnya adalah
salah satu manifestasinya.
Lebih jauh Robbins menulis bahwa sebuah konflik
harus dianggap sebagai “ada” oleh fihak-fihak yang terlibat dalam konflik.
Dengan demikian apakah konflik itu ada atau tidak ada, adalah masalah
“persepsi” dan bila tidak ada seorangpun yang menyadari bahwa ada konflik, maka
dapat dianggap bahwa konflik tersebut memang tidak ada.
Tentu saja ada konflik yang hanya dibayangkan
ada sebagai sebuah persepsi ternyata tidak riil. Sebaliknya dapat terjadi bahwa
ada situasi-situasi yang sebenarnya dapat dianggap sebagai “bernuansa konflik”
ternyata tidak dianggap sebagai konflik karena nggota-anggota kelompok tidak
menganggapnya sebagai konflik. Selanjutnya, setiap kita membahas konflik dalam
organisasi kita, konflik selalu diasosiasikan dengan antara lain, “oposisi”
(lawan), “kelangkaan”, dan “blokade”.
Di asumsikan pula bahwa ada dua fihak atau lebih
yang tujuan atau kepentingannya tidak saling menunjang. Kita semua mengetahui
pula bahwa sumberdaya dana, daya reputasi, kekuasaan, dan lain-lain, dalam
kehidupan dan dalam organisasi tersedianya terbatas. Setiap orang, setiap
kelompok atau setiap unit dalam organisasi akan berusaha memperoleh semberdaya
tersebut secukupnya dan kelangkaan tersebut akan mendorong perilaku yang
bersifat menghalangi oleh setiap pihak yang punya kepentingan yang sama.
Fihak-fihak tersebut kemudian bertindak sebagai oposisi terhadap satu sama
lain. Bila ini terjadi, maka status dari situasi dapat disebut berada dalam
kondisi “konflik”. Bila kita mempersempit lingkungan organisasi maka dua orang
pakar penulis dari Amerika Serikat yaitu, Cathy A Constantino, dan Chistina
Sickles Merchant mengatakan dengan kata-kata yang lebih sederhana, bahwa konflik
pada dasarnya adalah: “sebuah proses mengekspresikan ketidak puasan, ketidak
setujuan, atau harapan-harapan yang tidak terealisasi”. Kedua penulis tersebut
sepakat dengan Robbins bahwa konflik pada dasarnya adalah sebuah proses.
Berbagai Bentuk Manifestasi Konflik.
Berbagai Bentuk Manifestasi Konflik.
Konflik ini terjadi antara pihak satu dengan
pihak lainnya dalam suatu komunitas yang disebut organisasi. Biasanya konflik
ini terjadi karena :
· Berbagai
sumber daya yang langka.
Karena sumber daya yang dimiliki organisasi terbatas/langka maka perlu
dialokasikan. Dalam alokasi sumber daya tersebut suatu kelompok mungkin
menerima kurang dari kelompok yang lain. Hal ini dapat menjadi sumber
konflik.
· Perbedaan
dalam tujuan.
Dalam suatu organisasi biasanya terdiri dari atas berbagai macam bagian
yang bisa mempunyai tujuan yang berbeda-beda. Perbedaan tujuan dari berbagai
bagian ini kalau kurang adanya koordinasi dapat menimbulkan adanya
konflik.
· Saling
ketergantungan dalam menjalankan pekerjaan.
Organisasi merupakan gabungan dari berbagai bagian yang saling
berinteraksi. Akibatnya kegiatan satu pihak mungkin dapat merugikan pihak lain.
Dan ini merupakan sumber konflik pula.
· Perbedaan
dalam nilai atau persepsi.
Perbedaan dalam tujuan biasanya dibarengi dengan perbedaan dalam sikap,
nilai dan persepsi yang bisa mengarah ke timbulnya konflik.
· Sebab-sebab
lain.
Selain sebab-sebab di atas, sebab-sebab lain yang mungkin dapat
menimbulkan konflik dalam organisasi misalnya gaya seseorang dalam bekerja,
ketidak jelasan organisasi dan masalah-masalah komunikasi.
Jenis-jenis Konflik, Ada lima jenis konflik
dalam kehidupan organisasi :
1. Konflik antar individu
2. Konflik intra perorangan
3. Konflik antar kelompok
4. Konflik antar organisasi.
Konflik yang akan saya tulis tentang KONFLIK
ANTAR ORGANISASI. Konflik antar organisasi, yang timbul sebagai akibat
bentuk persaingan ekonomi dalam sistem perekonomian suatu negara. Konflik ini
telah mengarahkan timbulnya pengembangan produk baru, teknologi, dan jasa,
harga–harga lebih rendah, dan penggunaan sumber daya lebih efisien.
Faktor penyebab konflik:
·
Perbedaan
individu, yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan.
Setiap manusia adalah individu yang unik.
Artinya, setiap orang memiliki pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu
dengan lainnya. Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau
lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik sosial, sebab
dalam menjalani hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan dengan
kelompoknya. Misalnya, ketika berlangsung pentas musik di lingkungan pemukiman,
tentu perasaan setiap warganya akan berbeda-beda. Ada yang merasa terganggu
karena berisik, tetapi ada pula yang merasa terhibur.
·
Perbedaan
latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda.
Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan
pola-pola pemikiran dan pendirian kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang
berbeda itu pada akhirnya akan menghasilkan perbedaan individu yang dapat
memicu konflik.
·
Perbedaan
kepentingan antara individu atau kelompok.
Manusia memiliki perasaan, pendirian maupun
latar belakang kebudayaan yang berbeda. Oleh sebab itu, dalam waktu yang
bersamaan, masing-masing orang atau kelompok memiliki kepentingan yang
berbeda-beda. Kadang-kadang orang dapat melakukan hal yang sama, tetapi untuk
tujuan yang berbeda-beda. Sebagai contoh, misalnya perbedaan kepentingan dalam
hal pemanfaatan hutan. Para tokoh masyarakat menanggap hutan sebagai kekayaan
budaya yang menjadi bagian dari kebudayaan mereka sehingga harus dijaga dan
tidak boleh ditebang. Para petani menbang pohon-pohon karena dianggap sebagai
penghalang bagi mereka untuk membuat kebun atau ladang. Bagi para pengusaha
kayu, pohon-pohon ditebang dan kemudian kayunya diekspor guna mendapatkan uang
dan membuka pekerjaan. Sedangkan bagi pecinta lingkungan, hutan adalah bagian
dari lingkungan sehingga harus dilestarikan. Di sini jelas terlihat ada
perbedaan kepentingan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya sehingga
akan mendatangkan konflik sosial di masyarakat. Konflik akibat perbedaan
kepentingan ini dapat pula menyangkut bidang politik, ekonomi, sosial, dan
budaya. Begitu pula dapat terjadi antar kelompok atau antara kelompok dengan
individu, misalnya konflik antara kelompok buruh dengan pengusaha yang terjadi
karena perbedaan kepentingan di antara keduanya. Para buruh menginginkan upah
yang memadai, sedangkan pengusaha menginginkan pendapatan yang besar untuk
dinikmati sendiri dan memperbesar bidang serta volume usaha mereka.
Perubahan-perubahan
nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat.
Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar
terjadi, tetapi jika perubahan itu berlangsung cepat atau bahkan mendadak,
perubahan tersebut dapat memicu terjadinya konflik sosial. Misalnya, pada
masyarakat pedesaan yang mengalami proses industrialisasi yang mendadak akan
memunculkan konflik sosial sebab nilai-nilai lama pada masyarakat tradisional
yang biasanya bercorak pertanian secara cepat berubah menjadi nilai-nilai
masyarakat industri. Nilai-nilai yang berubah itu seperti nilai
kegotongroyongan berganti menjadi nilai kontrak kerja dengan upah yang
disesuaikan menurut jenis pekerjaannya. Hubungan kekerabatan bergeser menjadi
hubungan struktural yang disusun dalam organisasi formal perusahaan.
Nilai-nilai kebersamaan berubah menjadi individualis dan nilai-nilai tentang
pemanfaatan waktu yang cenderung tidak ketat berubah menjadi pembagian waktu
yang tegas seperti jadwal kerja dan istirahat dalam dunia industri.
Perubahan-perubahan ini, jika terjadi seara cepat atau mendadak, akan membuat
kegoncangan proses-proses sosial di masyarakat, bahkan akan terjadi upaya
penolakan terhadap semua bentuk perubahan karena dianggap mengacaukan tatanan
kehidupan masyarakat yang telah ada.
Sumber-sumber konflik:
· Faktor komunikasi (communication factors)
· Faktor struktur tugas maupun struktur organisasi
(job structure or organization)
· Faktor yang bersifat personal (personal factors)
· Faktor lingkungan (environmental factors)
Metode penyelesaian konflik:
· Dominasi dan penekanan
· Kompromi
· Pemecahan masalah integratif
Konflik dalam suatu organisasi sangatlah wajar.
Organisasi merupakan salah satu wadah untuk menampung aspirasi atau pendapat
anggotanya yang tentunya berbeda-beda. Disaat tertentu, keinginan salah satu
anggota tidak bisa terpenuhi dan itu dapat menimbulkan terjadinya konflik.
Konflik dalam suatu organisasi dapat diatasi dengan musyawarah dengan seluruh
anggota untuk mencari penyelesaian terbaik. (sumber: agustiyani.blogspot.com)
Jenis-jenis konflik dalam organisasi
1) Konflik dalam diri
seseorang
2) Konflik antar anggota
kelompok
o subtantif
(krn latar belakang keahlian yg berbeda)
o afektif
(krn tanggapan emosional)
3) Konflik Vertical
4) Konflik Lini dan staf
5) Konflik Peran
Tahapan Konflik
· Konflik yg
bersifat Laten
· Konflik yg
dipersepsikan
· Konflik
yang dirasakan
· Konflik
yang dimanifestasikan
· Ekor
Konflik
Sumber Konflik
· Saling
ketergantungan tugas
· Perbedaan
tujuan dan prioritas
· Faktor
Birokratik (Lini-staf)
· Kriteria
penilaian prestasi yg bertentangan
· Persaingan
terhadap sumber daya yang langka
· Sikap
menang-kalah.
Strategi Mengelola konflik antar organisasi
1) Strategi penghindaran
·
mengabaikan
konflik
·
pemisahan
secara fisik
2) Strategi intervensi
kekuasaan
·
menggunakan
perintah otoritatif
·
Manuver
politik
3) Strategi Resolusi
·
pihak yg
terlibat konflik berkumpul bersama untuk memecahkan masalah
·
fokus pada
tujuan yg lebih tinggi
4) Strategi Persaingan.
Strategi Penyelesaian Konflik
Pendekatan penyelesaian konflik oleh pemimpin
dikategorikan dalam dua dimensi ialah kerjasama/tidak kerjasama dan tegas/tidak
tegas. Dengan menggunakan kedua macam dimensi tersebut ada 5 macam pendekatan
penyelesaian konflik ialah :
1. Kompetisi
Penyelesaian konflik yang menggambarkan satu
pihak mengalahkan atau mengorbankan yang lain. Penyelesaian bentuk kompetisi
dikenal dengan istilah win-lose orientation.
2. Akomodasi
Penyelesaian konflik yang menggambarkan kompetisi
bayangan cermin yang memberikan keseluruhannya penyelesaian pada pihak lain
tanpa ada usaha memperjuangkan tujuannya sendiri. Proses tersebut adalah taktik
perdamaian.
3. Sharing
Suatu pendekatan penyelesaian kompromistis
antara dominasi kelompok dan kelompok damai. Satu pihak memberi dan yang lain
menerima sesuatu. Kedua kelompok berpikiran moderat, tidak lengkap, tetapi
memuaskan.
4. Kolaborasi
Bentuk usaha penyelesaian konflik yang memuaskan
kedua belah pihak. Usaha ini adalah pendekatan pemecahan problem
(problem-solving approach) yang memerlukan integrasi dari kedua pihak.
5. Penghindaran
Menyangkut ketidakpedulian dari kedua kelompok.
Keadaaan ini menggambarkan penarikan kepentingan atau mengacuhkan kepentingan
kelompok lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar